Bogor Times- Mendadak gugup, mencuatnya isu monopolisi sertifikasi halal memancing reaksi Direktur LPPOM MUI (Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika – Majelis Ulama Indonesia), Muti Arintawati menyebutkan seluruh proses sertifikasi halal bagi para pelaku usaha dilakukan secara transparan.
Dalam keterangannya, Muti Arintawati menyebut biaya sertifikasi halal yang ditetapkan lembaganya selalu tertuang dalam akad atas persetujuan kedua belah pihak, yakni perusahaan dan LPPOM.
"Kalau sudah menandatangani harganya sekian, tidak ada pemaksaan kalau ada yang keberatan kami masih memberikan pertimbangan," katanya, kepada Pikiran-Rakyat.com dalam diskusi secara virtual, Kamis, 30 Desember 2021.
Baca Juga: Ada Monopoli Sertifikat Halal? Simak Fakta dari Mantan Kepala BPJPH Sukoso
Seluruh pendapatan yang diperoleh dari pembiayaan sertifikasi halal ini kata Muti seluruhnya menjadi pendapatan LPPOM yang kemudian digunakan untuk membayar gaji auditor hingga biaya operasional lembaganya.
Hanya, kata dia LPPOM juga menyisihkan pendapatan yang dihasilkan dari pembiayaan sertifikasi halal itu kepada MUI untuk mendukung seluruh aktivitas syiarnya.
"LPPOM ini lembaga otonom di bawah MUI. Di MUI ada komisi hingga lembaga. Jadi pengelolaan uang itu dilakukan LPPOM," tuturnya.
Baca Juga: Indonesia Halal Watch Dorong Indonesia Cetak Lebih Banyak Auditor Terverifikasi
Seluruh pendapatan dari pembiayaan sertifikasi halal ini kata dia memang tidak masuk ke kas negara, karena LPPOM MUI bukan lembaga negara.
Dia menyebutkan, LPPOM MUI sejajar dengan lembaga ISO yang mengurusi mutu, namun yang membedakan lembaganya ditugaskan untuk pengujian kehalalan produk.
Muti Arintawati menegaskan, pihaknya tidak pernah melakukan monopolistik terhadap pembiayaan sertifikasi halal.
Baca Juga: Meskipuna Banyak DIcibir Netizen, Dedi Mulyadi Dianggap Satu-satunya Anggota Dewan Yang Patut Ditiru
Terlebih kata dia, saat ini sudah ada beberapa LPH (Lembaga Pemeriksa Halal) lain, misalnya Surveyor Indonesia dan Sucofindo yang juga diberi tugas untuk memeriksa kehalalan produk.
"Kalau saat ini kalau dianggap monopoli, nggak ada," ujarnya.
Dia menuturkan, sebelum ada UU JPH (Jaminan Produk Halal), LPPOM memang menjadi satu-satunya lembaga yang memeriksa kehalalan produk yang beredar di Indonesia sebagai bagian daripada amanah Majelis Ulama Indonesia.
Muti bercerita, dulu tidak ada satu pun lembaga yang berminat mengurusi sertifikasi halal di Indonesia sehingga kemudian LPPOM didirikan MUI pada tahun 1994.
Setelah adanya UU JPH, LPPOM MUI tetap mematuhi aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah, termasuk penentuan biaya pengujian kehalalan produk yang ditetapkan lembaganya.
Sebelum diatur BPJPH, LPPOM menetapkan biaya sertifikasi halal sebesar Rp3.000.000. Harga ini berlaku bagi para UMK. Secara rinci, dia menyebut biaya ini digunakan untuk proses penetapan fatwa, pengawasan, pengujian hingga biaya auditor.
Sebagai bukti transparansi, Muti menjelaskan, lembaganya diaudit oleh Akuntan Publik sehingga seluruh aktivitas di LPPOM dapat dipertanggungjawabkan secara transparan.****
Artikel Terkait
Tidak Efisien, Mensos Risma Sebut Dirjen Fakir Miskin TIdak Dibutuhkan
Tahun 2021, Ledakan Kasus Tindak Pidana Umum Penyalahgunaan Narkoba Terjadi di Cianjur
Wow, Kini Satu Suara Sah Parpol Naik Jadi Rp 6 Ribu
Organda Tolak Wacana Penghapusan BBM Premium
Prostitusi Online Daring Masih Jadi Tren di Era Pandemi
Tahun Baru, Bima Arya Luncurkan Kebijakan Persempit Ruang Gerak Masyarakat
Kegalauan Gubernur Jawabarat, Ridwan Kamil di Era Pandemi Covid-19
Meskipun Dicibir Netizen, Dedi Mulyadi Dianggap Satu-satunya Anggota Dewan Yang Patut Ditiru
Indonesia Halal Watch Dorong Indonesia Cetak Lebih Banyak Auditor Terverifikasi
Ada Monopoli Sertifikat Halal? Simak Fakta dari Mantan Kepala BPJPH Sukoso