• Minggu, 24 November 2024

Riwayat Kekhusyukan Shalat Rasulullah, Sahabat dan Ulama

- Selasa, 29 Maret 2022 | 10:05 WIB
Ilistrasi Sahabat Nabi. (Pixabay)
Ilistrasi Sahabat Nabi. (Pixabay)

Bogor Times- Menurut al-Ghazali, obat paling ampuh untuk meraih kekhusyukan shalat adalah menyingkirkan perkara-perkara yang mengganggu perhatian hati.

Namun, perkara-perkara yang mengganggu itu tidak mungkin disingkirkan kecuali dengan menyingkirkan sebab-sebabnya, baik sebab yang datang dari luar maupun yang datang dari  dalam diri orang yang shalat. (Al-Ghazali, Ihya ‘Ulumiddin, [Kairo, Darut Taqwa lit-Turats: 2000 M], jilid I, halaman 260).   

Selanjutnya al-Ghazali menuturkan beberapa penggalan kisah tentang orang-orang yang khusyuk shalatnya. Termasuk kisah orang-orang yang lebih mengutamakan kekhusyukan. Dikatakan “mengutamakan kekhusyukan” karena ketika ada sesuatu yang menyebabkan terganggunya kekhusyukan, mereka tak sungkan untuk menyingkirkannya.  

Dimulai dari sosok Rasulullah saw yang tentunya adalah pemimpin para khasyi'in atau orang-orang yang khusyuk shalatnya. Diriwayatkan, pada suatu ketika beliau shalat mengenakan khamîshah, sejenis kain segi empat berbahan sutra atau kain wol yang bagian atasnya dihiasi renda-renda atau manik-manik. Khamishah itu merupakan persembahan dari Abu Jahm.

Usai shalat mengenakan khamîshah tersebut, beliau langsung melepaskannya seraya berkata, “Pergilah kalian kepada Abu Jahm membawa khamîshah ini, sebab baru saja ia mengganggu shalatku, lalu bawa saja kepadaku anbijaniyyah Abu Jahm.” Anbijaniyyah sendiri ialah kain yang mirip dengan  khamîshah, tetapi tidak ada manik-maniknya.

Hadits ini berstatus muttafaq ‘alaih, diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim. Dalam riwayat lain, Rasulullah saw pernah memerintah untuk mengembalikan pasangan sandalnya dan menggantinya dengan pasangan sandal biasa.

Alasannya, karena pada saat shalat, beliau sempat melirik pasangan sandal tersebut dan mengganggu perhatiannya. Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu al-Mubârak secara mursal dalam pembahasan “al-Zuhd” dari hadits Abun Nadhr dengan sanad sahih. Dalam kesempatan lain, Rasulullah saw pernah mengenakan sandal, namun beliau terkagum dengan sandal itu karena saking bagusnya. Beliau pun lantas bersujud dan berucap: 

تَوَاضَعْتُ لِرَبِّي عَزَّ وَجَلَّ كَيْ لَا يَمْقُتَنِيْ

Artinya, “Aku  tawadhu’ kepada Tuhanku agar Dia tidak murka kepadaku.” Begitu keluar, Rasulullah langsung memberikan sandal itu kepada peminta yang pertama kali ditemuinya.   Dikisahkan pula, saat takbiratul ihram di tangan beliau ada sebuah cincin emas. Kemudian usai shalat dan berada di atas mimbar, Rasulullah langsung melemparkan cincin tersebut sambil berkata:

شَغَلَنِيْ هَذَا نَظْرِةٌ إِلَيْهِ وَنَظْرَةٌ إِلَيْكُمْ 

Artinya, “Cincin ini telah menggangguku. Mengganggu pandanganku juga mengganggu pandangan kalian, (HR An-Nasa’i). Berikutnya, dari kalangan sahabat. Dikatakan bahwa Khalifah Ali ibn Abi Thalib karramallâhu wajhah pada saat datang waktu shalat, hatinya berdebar-debar dan wajahnya langsung berubah.

Pertanda kekhusyukan sudah datang sebelum dirinya shalat. Begitu ditanya, ia menjawab, “Mengapa engkau demikian, hai Amirul Mukminin?” Dijawabnya, “Waktu amanat yang ditawarkan Allah kepada langit, bumi, dan gunung, telah datang. Namun, mereka menolak untuk mengembannya.

Mereka takut untuk menerimanya. Dan akulah yang mengembannya.” Diriwayatkan oleh ‘Ali ibn al-Husain bahwa ketika berwudhu kulit Ali ibn Abi Thalib terlihat menguning. Begitu ditanya oleh salah seorang keluarganya, “Apa yang telah menimpamu pada saat wudhu?” Ia menjawab, “Apakah engkau tahu  bahwa di hadapanku ada Zat yang menginginkanku berdiri?” Ada lagi sahabat Abu Thalhah yang pada suatu ketika shalat dengan sebuah pohon sebagai penghalangnya.

Di tengah shalat, ia dikejutkan oleh seekor burung kecil yang terbang di atasnya. Tak sadar, sekilas pandangan matanya menoleh ke arah burung tersebut. Akibatnya, ia lupa berapa rakaat yang telah dikerjakannya. Sewaktu berjumpa dengan Rasulullah saw, Abu Thalhah menceritakan kejadian yang pernah dialaminya itu, “Wahai Rasul, pohon ini adalah sedekah (dariku), maka kelolalah pohon ini sesuai dengan yang kaukehendaki,” (HR. Malik) Sahabat lainnya pernah mengisahkan bahwa dirinya shalat dengan pohon kurma sebagai penghalang shalatnya.

Rupanya, pohon kurma saat itu sengan penuh dengan buah. Karena merasa terkagum, ia pun meliriknya. Akibatnya, ia lupa dengan jumlah rakaat shalatnya. Saat berjumpa dengan Utsman bin ‘Affan, lelaki itu menceritakan apa yang dialaminya.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Ahmad Fauzi

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Penjelasan Ilmu Fiqih, Tinggalkan Sholat Karena Tidur

Selasa, 8 Oktober 2024 | 10:14 WIB

Mengenal Makna Udzur Sholat Dalam Ilmu Fiqih

Selasa, 8 Oktober 2024 | 10:06 WIB

Hukum Nikahi Sepupu

Minggu, 6 Oktober 2024 | 07:28 WIB

Hikmah Zakat Dalam Islam

Sabtu, 6 April 2024 | 06:00 WIB

Berikut Niat Zakat Fitrah Untuk Berbagai Keadaan

Jumat, 5 April 2024 | 06:00 WIB

Definisi Zakat dalam Islam

Kamis, 4 April 2024 | 06:00 WIB

Sejarah Syariat Zakat dalam Islam

Kamis, 4 April 2024 | 06:00 WIB

Inilah Beberapa Keutamaan Hari Raya Idul Fitri

Kamis, 4 April 2024 | 06:00 WIB

Inilah Makna dan Esensi Idul Fitri Menurut Ulama

Kamis, 4 April 2024 | 02:20 WIB
X