Bogor Times- Terdapat sekelompok umat Islam yang mengadakan shalat berjamaah di depan gereja. Hal ini dilakukan dengan alasan untuk menjaga toleransi antar umat beragama. Keadaan seperti inipun menjadi pro dan kontra di antara masyarakat Islam itu sendiri, ada yang setuju dan ada yang mengecam kegiatan seperti ini.
Pertanyaan
Bagaimana hukum kegiatan seperti deskripsi di atas? Penjelasan Makruh menurut mayoritas ulama.
Mar’iyah, Muhammad bin Muflih al-Maqdisi menyebutkan beberapa pendapat ulama terkait hukum melaksanakan salat di tempat ibadah non-Muslim.
Pertama, menurut Ibnu ‘Aqil, melaksanakan salat di tempat ibadah non-Muslim dinilai sah namun makruh, baik di dalamnya ada patung atau tidak.
وقال ابن عقيل : تكره الصلاة فيها ; لأنه كالتعظيم والتبجيل لها وقيل ; لأنه يضر بهم
“Makruh salat di tempat ibadah non-Muslim karena hal itu seperti mengagungkan dan menghormati tempat ibadah tersebut. Menurut pendapat yang lain, karena salat di tempat ibadah non-Muslim akan membuat mudarat kepada mereka.”
Kedua, menurut Ibnu Tamim, jika di dalam tempat ibadah non-Muslim tidak ada patungnya, maka boleh memasuki tempat ibadah tersebut dan juga boleh melaksanakan salat di dalamnya.
وقال ابن تميم لا بأس بدخول البيع والكنائس التي لا صور فيها والصلاة فيها
“Ibnu Tamim berkata, tidak masalah memasuki sinagog dan gereja yang di dalamnya tidak ada patung, dan juga tidak masalah melaksanakan salat di dalamnya.”
Pendapat ini sesuai dengan pendapat Ibnu ‘Abbas dan Malik. Mereka berdua memakruhkan salat di dalam gereja karena ada patungnya.
وكره ابن عباس ومالك الكنائس لأجل الصور
Ketiga, boleh melaksanakan salat di tempat ibadah non-Muslim asalkan bersih dan suci. Ini adalah pendapat sahabat Ibn ‘Umar dan Abu Musa Al-Asy’ari.
لا بأس بالصلاة في الكنيسة النظيفة روي ذلك عن ابن عمر وأبي موسى وحكاه عن جماعة
“Tidak masalah melaksanakan salat di dalam gereja yang bersih. Pendapat diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar, Abu Musa dan Jamaah.”***