• Minggu, 24 November 2024

Hadir Shalat Jumat Lebih Awal , Ini Manfaatnya

- Jumat, 27 Mei 2022 | 07:17 WIB
Jumat. (Bogor Times)
Jumat. (Bogor Times)

Bogor Times- Dalam lajian hukum Fiqih, berangkat diawal dalam pelaksanaan shalat Jumat merupakan bagian dari adab shalat Jumat.

Terlihat sepele namun, pekerjaan itu dapat menghasilkan pahala yang sangat besar. Sebagaimana yang disampaikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Antara lain yang diungkap dalam hadits berikut ini:

مَنْ رَاحَ إِلَى الْجُمُعَةِ فِي السَّاعَةِ الْأُوْلَى فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَدْنَةً وَمَنَ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الثَّانِيَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَقَرَةً وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الثَّالِثَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ كِبَشًا أَقْرَنَ وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الرَّابِعَةِ فَكَأَنَّمَا أَهْدَى دَجَاجَةً وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الْخَامِسَةِ فَكَأَنَّمَا أَهْدَى بَيْضَةً فَإِذَا خَرَجَ الْإِمَامَ طُوِيَتِ الصُّحُفُ وَرُفِعَتِ الْأَقْلَامُ وَاجْتَمَعَتِ الْمَلَائِكَةُ عِنْدَ الْمِنْبَرِ يَسْتَمِعُوْنَ الذِّكْرَ فَمَنْ جَاءَ بَعْدَ ذَلِكَ فَإِنَّمَا جَاءَ لِحَقِّ الصَّلَاةِ لَيْسَ لَهُ مِنَ الْفَضْلِ شَيْءٌ

“Siapa saja yang berangkat shalat Jumat pada jam pertama, seakan-akan berkurban dengan seekor unta. Siapa saja yang berangkat pada jam kedua, seakan-akan berkurban dengan seekor sapi. Siapa saja yang berangkat pada jam ketiga, seakan-akan berkurban dengan kambing bertanduk.

Baca Juga: Pakar Statistik Universitas Indonesia (UI), Farhan Muntafa: Generasi Muda Peroleh Radikalisme dari Medsos

Siapa saja yang berangkat pada jam keempat, seakan-akan menghadiahkan seekor ayam jantan. Siapa saja yang berangkat pada jam kelima, maka seakan-akan menghadiahkan sebutir telur. Setelah imam keluar, maka catatan amal sudah ditutup, qalam pencatat sudah dianggat, dan para malaikat berkumpul di minbar untuk mendengarklan zikir. Siapa saja yang datang setelah itu, maka ia datang hanya untuk memenuhi hak shalat dan tidak mendapatkan keutamaan apa-apa, (HR. al-Bukhari dan Muslim).  

Namun, para ulama hadits beragam pendapat dalam memaknai jam pertama dalam hadits di atas. Jumhur ulama dan para ulama mazhab Syafi‘i berpendapat, jam pertama di sana dimulai dari awal hari, yaitu sejak terbit fajar sebagaimana dipedomani oleh al-Ghazali.

Sebab, menurut mereka, istilah râha atau rawah berarti berangkat pagi-pagi atau pada awal hari.  

Pendapat berbeda dikemukakan oleh Imam Malik, ulama mazhab Maliki, Qadhi Husain, dan Imam Haramain yang merupakan pengikut Imam Syafi‘i. Menurut mereka, maksud jam pertama di sana adalah beberapa saat setelah tergelincir matahari. Dasarnya, kata râha atau rawah sendiri, menurut mereka adalah berangkat setelah tergelincir matahari.  

Namun, Imam al-Nawawi, ulama mazhab Syafi‘i mencoba menengahi perdebatan di atas. Arti râha atau rawah yang paling mendekati makna hadits di atas adalah yang dikemukakan oleh al-Azhari.

Menurutnya, kata itu bermakna pergi secara umum. Sama saja, apakah pergi pagi, sore, atau malam hari. Pasalnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengabarkan bahwa para malaikat mencatat orang yang datang pada jam pertama.

Orang yang datang pada jam itu seperti orang yang berkurban atau mengeluarkan hadiah dengan unta. Orang yang datang jam kedua seperti berkurban dengan sapi. Dan seterusnya. Namun, setelah imam keluar dan jamaah sudah mengisi barisan, para malaikat tak lagi mencatatnya. (Lihat: al-Nawawi, Syarh al-Nawawi ‘ala Muslim, [Beirut: Daru Ihya al-Turatsa] 1992, jilid 6, 135).  

Diketahui pula bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri berangkat shalat Jumat saat sudah dekat dengan waktu tergelincir maatahari. Artinya sudah lewat waktu keenam sebagaimana dalam hadits di atas.

Ini artinya tidak ada masalah dalam masalah kurban dan keutamaan bagi orang yang datang setelah tergelincir matahari.  

Penyebutan jam atau waktu pertama di sana hanyalah dorongan untuk berangkat lebih awal. Tujuannya agar orang yang hendak menunaikan shalat Jumat terdorong untuk meraih berbagai keutamaan, seperti keutamaan berlomba dalam kebaikan, keutamaan duduk di barisan pertama, keutamaan menanti shalat Jumat, keutamaan menyibukkan diri dengan amalan sunat, berdzikir, dan itikaf seterusnya.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Usman Azis

Sumber: NU Online

Tags

Rekomendasi

Terkini

Wajib Tau, Penyebab Kemiskinan Pendapat Ulama

Selasa, 8 Oktober 2024 | 10:18 WIB
X