Bogor Times- Berstrategi atau bersiasat dalam dagang kerap kali dimaknai negatif. Semisal curang dan penipuan.
Lalu apakah strategi atau siasat dagang dalam Islam diperbolehkan?
Perlu kita ketahui, bagi pedagang yang licik, strategi dimaknai sebagai upaya pengelabuan. Namun bagi pedagang yang baik, strategi dimaknai sebagai pengelolaan.
Pengelolaan adanya pada manajemen. Manajemen yang mengatur agar aliran keluar dan masuknya barang dagangan sehingga berbuah lancar adalah bagian dari strategi.
Seorang pedagang tanpa manajemen, maka dia akan mengalami kebangkrutan akut sehingga akhirnya gulung tikar.
Membiarkan usaha yang dirintis sehingga berakibat gulung tikar merupakan tindakan yang dilarang oleh syariat. Sebagaimana kita tahu, bahwa hukum dasar jual beli adalah mubah.
Jual beli menjadi terlarang sehingga menjadi haram disebabkan adanya ‘illah yang membuatnya menjadi haram, seperti sebab adanya unsur menipu, menyembunyikan cacat, dan lain sebagainya.
Dalam syariat agama kita dikenal ada dua jenis tipe strategi berdagang. Pertama disebut jual beli musawamah, dan kedua disebut jual beli amanah.
Jual beli amanah
Jual beli amanah dalam kitab Uqûdu al-Mu’âwadlât al-Mâliyyah fi Dlaui Ahkâmi al-Syarî’ah al-Islâmiyyah, karya Ahmad Yusuf adalah " Jual beli yang tidak ditentukan besaran laba atau kerugian yang bisa didapat.” (Ahmad Yusuf, Uqûdu al-Mu’âwadlât al-Mâliyyah fi Dlaui Ahkâmi al-Syarî’ah al-Islâmiyyah, Islamabad: Daru al-Shidqi, tt., 59-60).
Dalam konteks pelaksanaannya terdapat tiga jenis antara lain: bai’ murâbahah, bai’ al-tauliyah dan bai’ muwâdha’ah.
1. Jual beli murabahah sering diistilahkan dengan jual beli yang disertai keuntungan bagi penjual. Harga pokok dengan harga jual diketahui secara ma’lum oleh kedua orang yang saling bertransaksi.
Dalam istilah fiqih, ia didefinisikan sebagai: “ jual beli dengan besaran harga pokok dan keuntungan yang ma’lum. Disyaratkan dalam jual beli ini pengetahuan dua orang yang saling bertransaksi terhadap harga pokok barang.” Hukum jual beli ini adalah boleh
2. Jual beli tauliyah. Jual beli ini dilakukan dengan jalan menjual barang sesuai harga beli dengan tidak mengambil keuntungan atau kerugian sepeser pun bagi penjualnya. Secara fiqih, ia didefinisikan "Jual beli dengan harga yang sama dengan harga pokoknya dengan tanpa mengurangi atau menambah.”
Hukum jual beli ini adalah sah, asalkan cara pengabarannya adalah dilakukan dengan memberitahukan harganya.
Semisal, seorang pedagang membeli prodak Rp 10.000 dan menjualnya dengan harga Rp 10.000.