Bogor Times- Ramos Petege, warga asal Papua yang mengajukan judicial review Undang Undang Perkawinan di Mahkamah Konstitusi (MK) harus gigit jari. Pasalnya, Pemerintah dengan tegas menolak legalisasi pernikahan beda agama di Indonesia.
Pernyataan itu resmi disampaikan oleh Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam (Dirjen Bimas Islam) Kementerian Agama (Kemenag) RI, Kamaruddin Amin selaku perwakilan dari Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas dan Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H Laoly, dalam sidang tersebut.
Ia mengatakan, pernikahan beda agama dapat menimbulkan masalah psikologis seorang anak di ranah pendidikan maupun dalam memilih agama yang dianutnya.
Baca Juga: Ditolong Malaikat, Bocah 7 Tahun Selamat dari Maut Usai Tercebur Sumur Saat Wudhu
Baca Juga: Pembukaan KKN-MD II Kelompok 4 UNUSIA Disambut Hangat Oleh Masyarakat Desa Cogreg
Baca Juga: Upaya Kabur dan Melawan, Polisi Tembak Pelaku Begal Handpound
“Terganggunya mental dan pendidikan seorang anak karena bingung memilih agama mana yang akan dianutnya akibat kompetisi orangtua dalam mempengaruhi sang anak,” kata dia.
Akibat lainnya, lanjut dia, yaitu memudarnya keharmonisan antara suami-istri yang ditimbulkan dari perbedaan pendapat yang datang silih berganti
“Akibat hukum perkawinan beda agama dari aspek psikologis yang terjadi, yaitu memudarnya rumah tangga yang telah dibina belasan tahun, timbulnya perbedaan pendapat dalam membina rumah tangga yang bahagia menjadi renggang akibat masalah perbedaan yang datang silih berganti,” lanjut dia.
Baca Juga: Arab Saudi Larang Bawa 1 Mililiter Air Zamzam, Jamaah Haji Indonesia Sukses Bawa 5 Liter
Baca Juga: Muhammadiyah Berbeda dalam Penentuan Awal Idhul Adha, Wagub UU Anggap Biasa-biasa Saja
Baca Juga: Ormas Terbesar di Indonesia, Ditanya Perwakilan 17 Negara Terkait Perannya Untuk Dunia Internasional
Ragam akibat hukum menjadi alasan pemerintah menolak pernikahan beda agama. Di antaranya, akibat hukum perkawinan beda agama dari aspek yuridis, yaitu tentang keabsahannya, pencatatan perkawinan campuran, serta status anak dalam perkawinan beda agama.
Begitu pun dengan perceraian yang terjadi akibat masalah‑masalah perbedaan pendapat dan keyakinan dalam rumah tangga beda agama. Seperti harta benda perkawinan.
Pasalnya, warisan yang terjadi pada pernikahan beda agama tidak dapat diterima oleh ahli waris akibat hubungan perbedaan agama.
Artikel Terkait
Muhammadiyah Berbeda dalam Penentuan Awal Idhul Adha, Wagub UU Anggap Biasa-biasa Saja
Ormas Terbesar di Indonesia, Ditanya Perwakilan 17 Negara Terkait Perannya Untuk Dunia Internasional
Tip Jitu Perspektif Kesehatan Pilih Hewan Kurban yang Baik dan Tepat
Haji Mujamalah atau Furoda Gratis, Silaturahmi Majelis Kabupaten Bogor: Katanya Gratis, Nyatanya Mahal
Pemerintah Komitmen Lindungi Jamaah Haji Mujamalah atau Furoda
Sumur Zam-zam Kering, Ini Sejarahnya
Arab Saudi Larang Bawa 1 Mililiter Air Zamzam, Jamaah Haji Indonesia Sukses Bawa 5 Liter
Upaya Kabur dan Melawan, Polisi Tembak Pelaku Begal Handpound
Pembukaan KKN-MD II Kelompok 4 UNUSIA Disambut Hangat Oleh Masyarakat Desa Cogreg
Ditolong Malaikat, Bocah 7 Tahun Selamat dari Maut Usai Tercebur Sumur Saat Wudhu