• Minggu, 24 November 2024

Pencatutan NIK Dianggap Biasa, Tak Pernah Selesai Ditindaklanjuti, Simak Faktanya

- Senin, 5 September 2022 | 23:55 WIB
KPU (Bogor Times)
KPU (Bogor Times)

Bogor Times- Persoalan pencatutan nama dan data warga oleh partai politik ti­dak diatur sebagai tindak pidana pemilu oleh UU Nomor 7 Ta­hun 2017 tentang Pemilihan Umum. Namun, perbuatan ter­sebut jelas merupakan pelanggaran serius yang harus ditindak tegas.


“UU Pemilu mengategorikan perbuatan tersebut sebagai pelanggaran administratif pemilu, yaitu pelanggaran terhadap tata cara, prosedur, dan mekanisme pemilu yang sanksi­nya bisa diputus Bawaslu,” ujar anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini dalam keterangan tertulis, Minggu 4 Aeptember 2022.


Menurut Titi, Bawaslu semestinya tidak berhenti pada penindakan sebagai pelanggaran administrasi.

Bawaslu se­benarnya bisa menindaklanjuti kasus tersebut dengan mengguna­kan undang-undang lainnya yang relevan.

Titi menyebutkan, UU Administrasi Kependudukan yang terkait manipulasi data kependudukan. Ini sebagaimana pengaturan Pasal 455 Ayat (1), huruf c, UU Pemilu yang me­nyebut pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan lainnya yang bukan pelanggaran pemilu, bukan seng­keta pemilu, dan bukan tindak pidana pemilu, diproses pengawas pemilu dan/atau diteruskan kepada instansi atau pihak yang berwenang.


Sebagaimana diketahui, UU No. 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan ada yang mengatur tentang sanksi pidana terkait manipulasi data. Ini terdapat dalam Pa­sal 94. Kemudian, Pasal 95A juga mengatur tentang sanksi pidana terhadap tindakan menyebarluaskan data pribadi tanpa hak.


“Pasal-pasal tersebut mesti­nya dielaborasi, apakah dapat diterapkan pada pencatutan nama dan data warga sebagai anggota parpol?” ujarnya.


Titi mengatakan, elaborasi penting dilakukan antara para pemangku kepenting­an. Pasalnya, pencatutan NIK merupakan praktik berulang yang tidak pernah diselesai­kan secara tuntas dan memberi efek jera.


Selain itu, hal tersebut mengindikasikan juga adanya pencurian dan pe­nyalahgunaan data pribadi war­ga yang sangat merugikan sekaligus merugikan mereka yang dicatut tersebut.


Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Fad­li Ramadhanil beranggap­an, hal yang paling utama soal masalah ini bukan sanksi pidananya saja. Tapi membuka kepada publik, parpol-parpol yang melakukan penca­tut­­an itu dan di mana saja me­reka melakukan pencatutan.


“Lalu tindak lanjut dari pencatutan itu adalah mengurangi jumlah keanggotaan yg di­daftarkan parpol ke Sipol KPU. Itu jauh lebih penting me­nurut saya daripada me­narik persoalan ini ke ranah pidana,” katanya.

Ia mengatakan, membuka daftar parpol yang melakukan pencatutan NIK penting karena publik pada akhirnya da­pat menilai tindak-tanduk parpol dan menjadi bahan ke­tika pemilihan tiba.


Selain itu, ke­ter­bukaan kepada publik juga dinilainya penting karena terkait soal akuntabilitas KPU dalam bekerja.

Sebelumnya, Ketua Ba­was­lu Rahmat Bagja mengat­a­kan, pihaknya memiliki hak untuk memberikan informasi kepada polisi bila ditemukan adanya dugaan pencatutan identitas kependudukan secara ilegal oleh partai politik.


Hal ini terkait temuan “Bukan kami (yang menindak), bukan Bawaslu. Teman-teman kepolisian yang punya hak itu,” tuturnya kepada war­tawan, belum lama ini.
Bagja mengatakan, pihak­nya kini tengah melakukan pe­nelusuran atas laporan-laporan yang masuk tentang pencatutan NIK. Posko aduan pun sebelumnya telah diins­truksikan agar diadakan di daerah-daerah.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Ahmad Fauzi

Rekomendasi

Terkini

Wajib Tau, Penyebab Kemiskinan Pendapat Ulama

Selasa, 8 Oktober 2024 | 10:18 WIB
X