Bogor Times- Ada yang aneh dari proses persidangan Maimunah. Lansia usia 58 tahun yang ditahan oleh Kejaksaan Negeri Bogor ini diskors oleh hakim usai mendapat informasi dari kuasa hukum mengenai posisi JPU dan saksi ada di area kantor Kejaksaan Negeri Kota Bogor.
Rencananya, para saksi akan dihadirkan dengan e-Litigation (Persidangan secara online). Namun, sidang perdana ini, sangat diperlukan kehadiran saksi serta posisi merek telah diketahui berada dekat dari pengadilan.
"Saya pinta agar sidang diskors. Karena saksi ada di kantor kejaksaan. Kenapa harus sidang online, karena jarak kantor kejaksaan dan pengadilan sangat dekat," kata Kuasa Hukum Terdakwa pada Senin, 31 Oktober 2022.
Baca Juga: Hendak Jual Rumah Pribadi, Lansia Dipenjarakan Jaksa
Informasi itu langsung disikapi oleh Ketua Mardiana, S.H, M.H, sebagai hakim ketua.
"Kami tuunggu diruang sidang Bagaimana JPU? Sidang discors!," tegas hakim ketua sambil memberi satu ketukan palu sidang bertanda skors.
Sidang itu merupakan persidangan seorang perempuan lanjut usia yang harus mendekam dibalik jeruji besi bersama tahanan lainnya.
Warga Kampung Tugu Wates, Kelurahan Sukaresmi, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor ini sudah tiga minggu tinggal di Lembaga Pemasyarakat (Lapas) Paledang, Kota Bogor.
Anehnya, nenek yang juga berstatus janda ini ditahan gegara masalah jual beli rumah kepada seseorang bernama Ajun.
Kasus ini sekarang masih bergulir di Pengadilan Negeri Kelas I A Bogor memasuki pemeriksaan saksi-saksi, dalam sidang Senin (31/10) saksi yang dihadirkan berasal dari pihak pelapor sebanyak tiga orang, diantaranya Ajun sebagai pelapor, Nurul Ilma, dan Slamet Riyadi.
Dalam sidang yang dipimpin Mardiana, S.H, M.H, sebagai hakim ketua, didampingi Ari Hajairin, S.H,M.H, dan Tiur Mieda, S.H,M.H, keduanya sebagai hakim anggota, ketiga saksi dicecar sejumlah pertanyaan terkait awal mula proses jual beli rumah dan sistem pembayaran yang dilakukan pelapor.
Ajun, saksi pelapor dalam keterangannya di bawah sumpah mengaku dirinya merasa tertipu oleh MH, karena rumah yang dibelinya itu sampai sekarang tak bisa dikuasai. Padahal Ajun mengaku sudah menyetorkan uang senilai Rp 158 juta dari total Rp 310 juta harga rumah yang disepakati.
“Pembelian rumah dilakukan tahun 2017 lalu, awalnya terlapor menawarkan harga Rp 350 juta tanah dan bangunan dengan luas 135 meter. Karena harga telah disepakati, saya kasih uang jadi sebesar Rp 5 juta kepada terlapor, selanjutnya Rp 5 juta lagi, Rp 12 juta, Rp 35 juta, Rp 50 juta, Rp 45 juta, dan terakhir Rp 3 juta,” ujar Ajun, dalam keterangannya.
Dalam proses persidangan tersebut, Hakim sempat menolak barang bukti berupa kwitansi milik Ajun. Pasalnya, kwitansi tersebut dibuat tanpa sepengetahuan terdakwa.
"Tidak benar yang mulia. Saya tidak menerima uang Rp 50 juta dan tidak ada saksi saat pembuatan kwitansi," tegas Maimunah usai ditanya Hakim.
Selain itu, tim kuasa hukum juga temukan ketidak singkronan keterangan antar saksi dan perbedaan materil BAP dengan keterangan langsung.***
Artikel Terkait
Arti Manasik Haji dan Tatacara Pelaksanaannya
Kapolri : Jangan Ghosting Pelapor
Waspada Jajanan Anak, Belasan Siswa MTS Jadi Korban Keracunan Makan Spaghetii
Sangsi Tilang dengan Tes Baca Al Quran, MUI: Boleh Asalkan hanya untuk Muslim
Pemprov Jabar Penuhi Fasilitas Umum yang Ramah pada Disabilitas
Vakum 2 Tahun Selama Covid 19, Bintang Radio Indonesia 2022 RRI Bogor Kembali Berlangsung
Geger, IRT Bergelantungan di Jendela Rusun Rorotan, IRT:Dikunci Suami
Mahfud MD Pastikan PSSI Bertanggungjawab
Akan mengelar Aksi Tawuran, Seorang Remaja di Amankan Polsek Cibinong Polres Bogor
Hendak Jual Rumah Pribadi, Lansia Dipenjarakan Jaksa