• Kamis, 12 Desember 2024

Peran Agama dalam Negara: Mengurai Perbedaan Pandangan Barat dan Islam

- Kamis, 5 Desember 2024 | 15:22 WIB
Kitab Kuning (Azis/Bogor Times)
Kitab Kuning (Azis/Bogor Times)

Bogor Times- Sejak awal peradaban, konsep tentang negara atau pemerintahan telah menjadi topik perdebatan yang menarik di kalangan filsuf, cendekiawan, dan pemimpin. Dua pendekatan besar yang membentuk pandangan kita terhadap negara adalah pemikiran Barat dan pemikiran Muslim. Kedua pandangan ini menawarkan perspektif unik mengenai hakikat negara, fungsi kekuasaan, serta peran agama dalam politik dan pemerintahan.

Secara umum pengertian negara dibagi menjadi dua, yaitu secara luas yang dimana negara merupakan sebuah kesatuan yang diatur dalam UU konstitusional, dan juga secara sempit yang dimana digambarkan sebagai alat kerja yang melayani kebutuhan dan kepentingan individu yang tinggal di negara tersebut. Namun pengertian negara menurut para ahli islam yaitu;
• Ibnu Khaldun; Lembaga yang berdiri untuk menjaga serta mengatur kepentingan Masyarakat.


• Al-Farabi; sistem yang dipimpin oleh individu yang memiliki sifat bijaksana dan bertanggung jawab mewujudkan kesejahteraan manusia.
• Imam Al-Mawardi; Lembaga yang terbentuk untuk menjaga agama serta kehidupan duniawi umat muslim.
• Sayyid Qutb; sarana mewujudkan konsep syariah di kehidupan sosial politik.

Baca Juga: Pengabdian Tanpa Henti: Kapolsek, Camat, dan Sekcam Bogor Barat Jaga Keamanan Penghitungan Suara

Sedangkan pengertian negara menurut ahli barat yaitu;
• Max Weber; Organisasi monopoli kekuasaan sah atas suatu wilayah.
• Jean Bodin; Bentuk pemerintah yang berkedaulatan tinggi.
• John Locke; Lembaga yang dibentuk oleh kesepakatan sosial antara individu untuk melindungi hak dasar mereka, seperti hak hidup, kebebasan, dan properti.
• Thomas Hobbes; Bentuk kekuasaan mutlak dan diperlukan untuk menjaga ketertiban masyarakat.
• Karl Marx; alat yang digunakan kelas penguasa untuk mempertahankan kepentingannya.
• H.J Laski; Suatu organisasi yang memiliki kewenangan memaksakan peraturan-peraturan dalam masyarakat.

Pemikiran Barat tentang negara berkembang seiring dengan kemajuan filsafat politik di Yunani Kuno, kemudian diperkuat di Eropa pada Abad Pencerahan. Salah satu tokoh utama yang berkontribusi adalah Thomas Hobbes dengan konsepnya tentang Leviathan, di mana negara dibentuk melalui kontrak sosial untuk melindungi manusia dari kekacauan alamiah.

Hobbes percaya bahwa manusia pada dasarnya egois dan rentan terhadap konflik, sehingga perlu ada kekuasaan yang absolut untuk menjaga ketertiban. Konsep kontrak sosial ini kemudian dikembangkan oleh John Locke dan Jean-Jacques Rousseau. Locke mengusulkan bahwa negara seharusnya dibentuk untuk melindungi hak-hak asasi manusia seperti hak atas hidup, kebebasan, dan kepemilikan. Pandangan ini kemudian menjadi dasar bagi demokrasi modern, yang menekankan pemerintahan berbasis rakyat, hukum, dan penghargaan terhadap kebebasan individu.


Di era modern, pemikiran Barat tentang negara didominasi oleh prinsip-prinsip demokrasi, hak asasi manusia, dan sekularisme. Negara sekuler, menurut Barat, adalah negara yang memisahkan kekuasaan agama dari kekuasaan politik. Ini menjadi model yang dianut oleh sebagian besar negara Eropa dan Amerika Utara, di mana kebebasan beragama tetap dihormati, namun keputusan negara harus independen dari ajaran agama.


Pemikiran politik dalam tradisi Muslim berakar pada nilai-nilai yang termuat dalam Al-Quran dan Hadis. Dalam Islam, negara adalah alat untuk menerapkan keadilan dan mencapai kesejahteraan berdasarkan hukum syariah. Salah satu dasar yang penting adalah konsep khalifah, atau pemerintahan yang mengemban amanat Allah untuk menjaga umat dan menegakkan hukum-Nya di bumi.

Pemimpin negara, atau khalifah, bertanggung jawab untuk melindungi agama, menjalankan keadilan, dan menjaga kesejahteraan rakyat. Para pemikir Muslim klasik, seperti Al-Mawardi dan Ibnu Khaldun, mengembangkan konsep negara yang berbasis pada syariah.

Al-Mawardi misalnya, dalam kitabnya Al-Ahkam As-Sulthaniyyah, menjelaskan pentingnya pemimpin yang adil dan beriman untuk menjaga moral masyarakat. Sementara itu, Ibnu Khaldun melihat negara sebagai bentuk solidaritas sosial (asabiyyah), yang berkembang secara alamiah di antara kelompok manusia untuk menjaga keamanan dan stabilitas sosial.


Pada era modern, banyak pemikir Muslim seperti Jamaluddin al-Afghani, Muhammad Abduh, dan Hasan al-Banna, yang menyerukan reformasi terhadap pemikiran politik Islam. Mereka berpendapat bahwa umat Islam harus mengembangkan negara yang tetap berpijak pada syariah, namun relevan dengan tantangan zaman modern. Pandangan ini mengarah pada terbentuknya negara-negara dengan konsep “negara Islam modern”, di mana pemerintahan mengadopsi nilai-nilai Islam tetapi tetap terbuka terhadap gagasan modern seperti demokrasi.


Meskipun pemikiran Barat dan Muslim memiliki dasar yang berbeda, keduanya memiliki kesamaan dalam prinsip-prinsip tertentu. Keduanya sepakat bahwa negara adalah entitas yang diperlukan untuk mencapai ketertiban dan keadilan. Namun, perbedaan mendasarnya terletak pada peran agama dalam negara. Di Barat, negara idealnya bersifat sekuler, dengan agama dianggap sebagai urusan pribadi yang tidak boleh mendikte kebijakan publik. Sementara itu, dalam pandangan Muslim, agama dan negara adalah entitas yang saling terkait, dengan agama berperan sebagai landasan moral dan hukum negara.


Di Barat, negara umumnya melihat individu sebagai pusat dan memperjuangkan kebebasan pribadi sebagai nilai utama. Sedangkan dalam pemikiran Muslim, masyarakat dan keadilan sosial lebih diutamakan daripada kebebasan individu. Negara Islam bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang bermoral dan sejahtera sesuai dengan ajaran agama, meskipun kebebasan individu juga dihargai.


Indonesia sendiri sebagai negara dengan mayoritas penduduk Muslim memiliki pendekatan yang unik dalam membentuk negara. Ketika Indonesia merdeka pada tahun 1945, para pendiri bangsa menghadapi perdebatan besar tentang dasar negara, apakah negara ini harus menjadi negara Islam atau negara sekuler.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Usman Azis

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Mencegah dan Mengatasi Korupsi dalam Perspektif Islam

Senin, 4 Desember 2023 | 22:03 WIB

Tips Memilih Buah Jeruk yang Manis

Rabu, 18 Oktober 2023 | 18:59 WIB

Karisma Ulama Yang Telah Runtuh

Jumat, 28 Juli 2023 | 15:27 WIB

Hati-hati! Embrio Kaum Khoarij

Jumat, 28 Juli 2023 | 15:22 WIB
X