Bogor Times-Sebuah artikel yang menjadi kritik oto kritik menarik di internal kaum sarungan atau pesantren. Berikut kami sajikan:
كَانَ أَهْلُ الدُّنْيَا يُبَذِّلُوْنَ دُنْيَاهُمْ لِأَهْلِ العِلْمِ رَغْبَةً فِيْ عِلْمِهِمْ، فَأَصْبَحَ أَهْلُ العِلْمِ اليَوْمَ يُبَذِّلُوْنَ عِلْمَهُمْ لِأَهْلِ الدُّنْيَا رَغْبَةً فِيْ دُنْيَاهُمْ، فَرَغِبَ أَهْلُ الدُّنْيَا بِدُنْيَاهُمْ وَزَهَدُوْا فِيْ عِلْمِهِمْ
Dulu, orang berharta mengorbankan hartanya karena menginginkan ilmu agama. Tapi sekarang, justru orang berilmu yang mengorbankan ilmunya karena menginginkan harta. Akibatnya, orang berharta semakin menyenangi harta mereka dan semakin enggan dengan ilmu agama.
Baca Juga: Presiden Jokowi Diklaim sebagai Penentu Kunci dalam Pemilu 2024 oleh Banyak Kalangan
Baca Juga: Menteri BUMN Erick Thohir Berupaya Menghadirkan Perubahan dalam Program 'Bersih-Bersih BUMN
Baca Juga: Pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor Kini Lebih Mudah dengan Cetak STNK Online
– Imam Hasan al-Bashri
Apa yang dikatakan Imam Hasan al-Bashri itu adalah realitas yang mungkin ada dalam setiap masa. Bedanya, semakin akhir, realitas itu terus memburuk, semakin parah, hingga menjadi sangat kronis. Beliau menyatakan hal itu pada abad kedua hijriah, masa yang masih dianggap sebagai masa ulama salaf. Pada masa yang masih ‘segar’ itu sudah ada orang-orang berilmu yang menjadikan ilmunya sebagai alat untuk memperoleh kepentingan duniawi dari para penguasa dan orang-orang kaya. Waktu itu, mungkin masih satu atau dua orang, namun sudah sangat cukup untuk membuat Imam Hasan al-Bashri merasa sesak dada dan sangat muak, sebab hal itu merupakan kecenderungan yang sangat berbahaya bagi keterjagaan agama.
Pesan Imam Hasan al-Bashri ini semakin akhir pasti semakin aktual dan menohok. Ahli ilmu agama yang menumbalkan ilmunya akan terus menjadi fenomena abadi yang semakin menjadi-menjadi. Sebab, seiring dengan perjalanan waktu, manusia akan semakin pragmatis, tanpa pandang bulu. Penguasa semakin pragmatis, rakyat semakin pragmatis, pengusaha semakin pragmatis, bahkan para pemuka agama sekalipun juga akan semakin pragmatis.
Itulah yang menyebabkan terjadinya krisis kepercayaan, termasuk kepada para ulama. Karena ada figur-figur pragmatis yang terlanjur diulamakan. Jika misalnya hanya ada satu sebab yang membuat wibawa ulama itu jatuh, maka sebab itu adalah karena adanya orang-orang yang sebenarnya bukan ulama, tapi diulamakan.
Kita tahu, bahwa ulama yang sesungguhnya harus memiliki tiga pondasi kualitas yang kokoh, yaitu wawasan keagamaan yang luas, integritas yang mapan dan spiritualitas yang mendalam. Jika satu saja dari tiga pilar itu tidak terpenuhi, maka dia bukanlah ulama yang sesungguhnya. Jika diulamakan, maka akan menjadi ulama sû’ yang sangat berbahaya bagi umat. Imam asy-Sya’bi menyatakan:
كُلُ اُمَّةٍ عُلَمَاءُهَا شِرَارُهَا اِلَّا الْمُسْلِمِيْنَ فَاِنَّ عُلَمَاءَهَا خِيَارُهَا
Artikel Terkait
Guru Besar Ilmu Fiqih Prof. Dr. K.H. Ahmad Mukri Aji MA: Keuntungan Penyelenggaraan Haji Furoda Haram
Dapati Pesantren Terbaik Untuk Anak dengan Mengenal Kitab Fiqih di Pesantren dan Jenjang Pembelajarannya
Inilah Kitab Fiqih Rujukan Para Ulama Indonesia Yang Diajarkan Pada Santrinya
Fiqih Tawamum Lansia Saat Berhaji di Musim Dingin
Kenali Tiga Kitab Fiqih Tentang Seks
Ilmu Fiqih Tidak ada Zaman Rosulullah, Berikut Penegertian Ilmu Fiqih
Berikut Definisi Ilmu Fiqih Sebagai Far'un atau Cabang Ilmu
Ringkasan Sejarah Ilmu Fiqih
Pembagian Ilmu Fiqih Konteks Ruang Lingkup Disiplin Keilmuan
Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih Apakah Sama?