Bogor Times - Seorang yang buta huruf hendak pergi ke kota. Ketika di perjalanan ia bertanya kepada orang lain mengenai kota yang dituju. Padahal ia berdiri di bawah papan petunjuk yang menunjukkan arah kota yang hendak ia tuju.
Pesan apa yang bisa kita tangkap dari ilustrasi sederhana tersebut? Dari ilustrasi tersebut menandakan orang yang tidak bisa membaca (tidak berilmu) tentu sangat sempit kehidupannya. Dia harus menunggu orang untuk ditanya arah kota yang dituju, padahal ia berdiri di bawah papan petunjuk (plang) arah kota dan sekaligus jarak kota itu.
Mengapa kita harus menuntut ilmu? Pertama, karena itu yang diisyaratkan Allah di dalam Al-Qur’an. Sebagaimana firmanNya.
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan”. (QS: al-‘Alaq: 1).
Kedua, karena menuntut ilmu adalah kewajiban. Sebagaimana pesan nabi tercinta, “Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim”. (HR. Ibnu Majah).
Baca Juga: Membeludaknya Pesanan Mobil listrik Hyundai, Konsumen Harus Menunggu Tahun Depan.
Ketiga, karena ilmu adalah kunci kebahagiaan. Sebagaimana nasehat Imam Syafii, “Barangsiapa yang ingin bahagia di dunia maka dengan ilmu. Barangsiapa yang ingin bahagia di akhirat maka dengan ilmu. Barangsiapa yang ingin bahagia pada keduanya (dunia dan akhirat) maka dengan ilmu”.
Keempat, karena dengan ilmu Allah akan meninggikan derajat kita. Sebagaimana firmanNya, “… Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang berilmu beberapa derajat …”. (QS: al-Mujadalah: 11).
Baca Juga: Teknik Menepuk Nyamuk Ala Wirawan Hartawan Dijamin Ampuh
Kelima, karena ilmu adalah pembeda antara manusia satu dengan manusia lainnya. Sebagaimana firmanNya, “Katakanlah (Hai Muhammad) apakah sama orang-orang yang mengetahui (berilmu) dan orang-orang yang tidak mengetahui (tidak berilmu) … “. (QS: az-Zumar: 9).
Bagaimana agar ilmu sampai kepada kita? Pertama, luruskan niat. Sebagaimana hadits Nabi Muhammad SAW, “Barangsiapa yang menuntut ilmu syar’i yang semestinya ia lakukan untuk mencari wajah Allah dengan ikhlas, namun ia tidak melakukannya melainkan untuk mencari keuntungan duniawi, maka ia tidak akan mendapat harumnya aroma surga pada hari kiamat ”. (HR. Ahmad).
Kedua, menjaga diri dari perbuatan maksiat. Sebagaimana nasehat Imam Malik kepada Imam Syafii, “Wahai Muhammad, bertaqwalah kepada Allah dan jauhilah perbuatan maksiat, karena sesungguhnya engkau akan memiliki sesuatu yang sangat penting”. Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Imam Malik berkata kepadanya, “Sesungguhnya Allah telah menempatkan cahaya didalam hatimu, maka janganlah engkau padamkan ia dengan perbuatan perbuatan maksiat”.
Baca Juga: Anggota Komisi Fatwa MUI Ditangkap Densus 88, MUI Terbitkan Bayan Majelis Ulama Indonesia
Ketiga, berbakti dan hormat kepada guru. Imam Asy-Syafii misalnya, ia berkata, “Aku senantiasa membuka kertas kitab di hadapan Imam Malik dengan lembut agar ia tidak mendengarnya, karena hormat kepada beliau”. Ar-Rabi’, sahabat Imam Syafii sekaligus muridnya, mengatakan, “Aku tidak berani minum air sedangkan Imam Syafi’i melihatku, karena menghormatinya”.