Bogor Times- Islam hadir sebagai rahmat bagi sekalian alam. Rahmat seringkali diidentikkan dengan kasih sayang. Dan untuk melihat prototipe rahmatnya Islam, biasa dilihat teladan suci Sang Pembawa risalah, Nabi Muhammad SAW.
Diantara ajaran suci beliau adalah penegasan bagi kita untuk memperhalus budi, melembutkan tutur kata, dan melapangkan hati. Inilah kata kunci misi beliau yaitu menyempurnakan akhlak.
Begitu pentingnya akhlak, sampai-sampai Rosul mengancam orang yang berperilaku kasar dan suka melaknat tidak akan mendapatkan syafaat dan persaksiannya pada hari kiamat akan tertolak (HR. Muslim).Kecaman yang lain, Rosul menyamakan orang yang melaknat orang mukmin yang lain, dengan membunuhnya tanpa hak (HR. Bukhori).
Baca Juga: Memperingati Hari Lahir KOPRI ke-54, STAI Al Aulia Adakan Santunan Yatim.
Dalam ilmu Patologi Sosial, ada beberapa karakter yang patut diperhatikan. Merujuk pada teori Gerart Heymans, ada diantara manusia yang memiliki kepribadian Gapasioneerden.
Ciri-ciri seseorang yang mempunyai kepribadian ini adalah selalu bersikap keras, egois, ambisius, dan juga emosional. Namun disisi lain, orang yang memiliki kepribadian gapasioneerden biasanya terlihat mempunyai rasa kekeluargaan yang cukup baik.
Akan tetapi mereka cenderung lemah dalam hal tolong menolong. Kepribadian lain yang juga perlu mendapatkan perhatian adalah, Nerveuzen, dimana orang yang memiliki kepribadian ini akan cenderung mudah naik darah atau marah, suka memprotes sesuatu, dan tidak mau berpikir terlalu lama.
Kepribadian model seperti ini perlu tata-kelola yang intensif dan penanganan yang serius. Sebab jika tidak ditangani, orang yang memiliki keperibadian ini cenderung melahirkan persoalan-persoalan baru dimasyarakat, sekaligus tentu akan kontra-produktif dengan misi rahmatan lil alamiennya Islam.
Lantas, apakah Islam mengajarkan passif, pasrah, fatalisme? Tidak. Islam tidak mengajarkan itu semua.
Akan tetapi reaksi kita ketika ada hal yang dianggap bertentangan dengan norma adalah sikap proporsional, obyektif, dan mengedepankan kemaslahatan jangka panjang.
Bukankah saat Rosul berdakwah ke Thaif mendapatkan perlakuan diluar batas nalar, hingga Malaikat siap menjatuhkan gunung ketangah-tengah mereka.
Baca Juga: Penjual Uang Palsu dan Prostitusi Online Makin Marak Di Kota Bogor
Namun Rosul berpikir obyektif dan berdimensi maslahat jangka panjang. Menghancurkan mereka bukanlah solusi yang tepat sekalipun bisa. Beliaupun berharap dan berdoa untuk kebaikan mereka dimasa mendatang. Tidak mereka, paling tidak untuk anak cucu mereka.