Bogor Times- Kerbau selalu memiliki konotasi negatif, padahal apa salah kerbau kepada manusia sehingga sipat manusia yang cendrung negatif dikonotasikan kepada kerbau seperti Tuturut munding (Mengikuti Trend) dan kumpul kebo.
Dedi Mulyadi angkat bicara di akun media sosialnya dalam hal ini dia tidak mengerti mengapa kerbau selalu mendapat kontotasi negatif.
“Saya tidak mengerti mengapa kerbau selalu memiliki konotasi negatif, baik dalam peribahasa Indonesia, maupun dalam bahasa Sunda, bahasa yang biasa kita gunakan sehari-hari. Jika ada kebiasaan orang mengikuti tren, maka dia disebut "tuturut munding" (mengikuti kerbau). Jika ada orang yang berhubungan tanpa pernikahan, maka orang itu disebut kumpul kebo.Bahkan, jik ada orang bodoh, atau sulit memahami sebuah tema pembicaraan, maka disebut otak kerbau”.Ujarnya.
Menurut Anggota DPR RI Fraksi Partai Golongan Karya ini, pada dasarnya kerbau ini banyak melakukan hal positif bagi manusia, bahkan kata – kata yang dikonotasikan negatif untuk manusia sebenarnya memiliki arti poisitif, seperti Tuturut Munding (mengikuti kerbau yang sawah), dan kumpul kebo yang di artikan kerbau berkumpul sambil guyang (berendam di lumpur) yang akhirnya melahirkan area pertanian yang pinggiran kota.
"tuturut munding dan kumpul kebo, itu melahirkan daerah yang subur dan kualitas padi yang tinggi. Bahasa gaulnya, pertanian go green,Karena kerbau selalu disalahkan, akibatnya kini kerbau semakin langka dan harganya sangat mahal. Jadi terpaksa harus impor dari India”.Ucap kang dedi
Baca Juga: Strategi PeduliLindungi Menkes Tingkatkan Tracing yang Masih Lemah