“Khotbah-khotbah perihal kaderisasi telah dikumandangkan oleh para khotib pergerakan, dengan menampakkan wajah bersahaja, berjalan tegap, dengan berkalungkan martabat. Alih-alih atas nama Iman dan cinta, kita berbicara seakan tahu segalanya, panjang lebar apa guna? Jikalau tak mau berdialog sama saja. Menggaungkan kata Humanis, tapi hanya mulut yang manis, dan gerakan cenderung tipis. Wahai para intelektualis.”
Kaderisasi merupakan sebuah proses penting dalam membangun dan mengembangkan serta memperkuat suatu organisasi atau instansi. Kaderisasi bukan hanya menyangkut keberlanjutan sebuah gerakan, melainkan juga berperan sebagai penjaga sekaligus penerus dari pengetahuan, nilai – nilai, inovasi dan kreasi para kader sebelumnya. Pada dasarnya, kaderisasi merupakan suatu proses pembentukan dan pengembangan sumber daya manusia. Kaderisasi sendiri dilakukan melalui banyak tahapan, mulai dari seleksi, pelatihan, pengarahan, hingga evaluasi. Tujuan utama dari kaderisasi ialah untuk menciptakan kader-kader yang memiliki pemahaman mendalam mengenai baik ideologi, nilai-nilai, dan tujuan organisasi atau pun instansi yang melakukan pengkaderan. Kaderisasi juga berorientasi tentang pengenalan awal antara individu dan organisasi.
Mengutip salah satu pepatah “Tak kenal maka tak sayang”, tentu ini merupakan kata yang cukup familiar bagi generasi muda. Sebagian besar tentunya beranggapan bahwa bagaimana bisa memperjuangkan apa lagi tuk sayang maupun cinta terhadap sesuatu tanpa adanya perkenalan? Sedangkan mengutip perkataan imam besar yaitu Imam Al – Ghazali mengenai apa itu definisi cinta bahwa meskipun tak ada artian pasti mengenai apa itu cinta tetapi beliau mengatakan bahwa cinta adalah sebuah pengetahuan, semakin kita tahu akan sesuatu semakin besar pula alasan kita untuk mencintai atau bahkan menjauhinya. Hal ini selaras dengan moqaddimah awalan yang saya tuturkan tak kenal maka tak sayang. Kaderisasi sendiri merupakan suatu proses dimana para penerus yaitu para kader dipersiapkan, digembleng dan dibentuk serta dikembangkan untuk memiliki jiwa pejuang, kompetitif dan loyalitas serta integritas untuk menjadi pemimpin di masa mendatang. Dimensi dan interpretasi dari kaderisasi memiliki banyak sudut pandang yang berbeda – beda. Sebagaimana sejalan dengan tujuan dan nilai dari diadakannya pengkaderan tersebut. Meskipun sistem dan pola – pola yang dilakukan berbeda, namun tujuannya tetaplah sama yaitu lahirnya pemimpin yang berkualitas, cakap dan tangguh dalam mengemban serta menahkodai amanah yang akan para kader emban.
Perjalanan waktu telah membuktikan bagaimana upaya dan usaha para konseptor dalam organisasi untuk terus berinovasi dalam mencari pola kaderisasi yang sehat dan efektif. Harapannya tentu saja agar terciptanya kader yang memang benar-benar memiliki jiwa militan dan kepemimpinan. Namun perubahan zaman membuat pola-pola yang ada harus berubah. Problematika tantangan zaman ini mengharuskan para pemimpin dan para kader secepatnya sadar akan semakin tergerusnya jiwa pergerakan kader-kader yang ada. Hal ini bisa kita tandai dengan kurangnya minat kader dalam berpartisipasi di setiap kegiatan organisasi. Sedih rasanya menyaksikan fenomena itu terjadi. Selain itu, kita juga tak bisa tutup mata terkait kehadiran seorang kader sering kali bukan karena cinta atau daya juang yang ia miliki melainkan adanya kepentingan pribadi bahkan lebih naif lagi dikarenakan sekotak nasi atau bahkan amplop berisi uang berwarna pelangi. Olehnya itu, perlu upaya dan usaha untuk bagaimana menumbuhkan daya juang dan cinta di dalam diri seorang kader demi melanjutkan estapet kepemimpinan dalam berorganisasi.
Membangun jiwa juang pada diri seorang kader tentu bukanlah hal yang mudah. Namun, dengan usaha dan komitmen berkelanjutan kita harus tetap memperjuangkan hal tersebut. Dimana dapat kita lihat betapa rancu bahkan rusaknya ketika seorang kader tidak memiliki jiwa juang. Sehingga kaderisasi menjadi ujung tombak untuk mampu melahirkan para kader sebagai mana yang diharapkan. Dimana dengan memberikan pemahaman akan jiwa juang merupakan suatu kekuatan internal yang mencerminkan semangat, ketekunan, dan keberanian seseorang dalam menghadapi tantangan dan rintangan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Jiwa juang adalah sikap mental yang sangat diperlukan dalam kaderisasi sebagai motivasi dan inspirasi kader-kader dalam bertindak dan pantang menyerah bila menghadapi berbagai situasi yang sulit.
Dinamika pergelutan dalam suatu organisasi maupun instansi tentu tidak semudah dan semanis khayalan anak kecil. Banyak pahit manis yang harus dihadapi bahkan harus dilawan, karenanya membangun jiwa juang untuk para kader merupakan salah satu pondasi awal yang harus tercipta dan diciptakan. Kaderisasi tentunya memiliki peran vital dalam pengembangan kader-kader yang berkualitas. Dengan penanaman jiwa juang akan membantu dalam proses pembentukan mental yang kuat, pengembangan keterampilan kepemimpinan, peningkatan, kesadaran organisasi, serta memberikan pelatihan dan pembinaan bagi kader. Dengan adanya jiwa juang yang kuat, kader-kader dapat menunjukkan komitmen tinggi terhadap organisasi, mampu mengatasi segala tantangan, berpikir secara kritis dan kreatif, serta dapat beradaptasi dengan perubahan yang terjadi. Mengembangkan jiwa juang dalam kaderisasi memberikan keuntungan jangka panjang dalam membentuk kader-kader yang tangguh dan siap menghadapi segala tantangan.
Selain daya juang, penanaman nilai-nilai positif pada kader juga sangat diperlukan. Para kader harus memahami dan menerapkan nilai-nilai positif seperti integritas, tanggung jawab, kerja sama, kejujuran, dan keadilan serta empati dalam bersosialisasi. Kaderisasi tentu saja akan mencakup nilai-nilai dasar yang harus dimiliki oleh pada kader, tanpa adanya nilai-nilai positif tentu akan menimbulkan kerancuan bahkan pengkhianatan. Dengan pendidikan dan pembinaan yang baik akan menjadikan kader-kader menginternalisasikan nilai-nilai serta pengaplikasian dalam wujud tindakan. Harapannya lagi dan lagi untuk melahirkan para pemimpin yang tidak hanya memiliki kualitas yang baik, tapi juga memiliki kecakapan dan nilai moral yang tinggi. Melalui penanaman nilai-nilai positif seperti integritas, komitmen, empati, kepemimpinan, kolaborasi, inovasi, dan pemberdayaan, pengkaderan tidak hanya menciptakan pemimpin yang efektif, tetapi juga membangun budaya organisasi yang kuat dan berkelanjutan.
Dua faktor yakni daya juang dan nilai moral merupakan poin penting yang tentu harus sejalan dengan adanya pola lingkungan yang mendukung. Lingkungan yang mendukung sangatlah dibutuhkan untuk mematok dan membumi dagingkan jiwa jiwa juang dan cinta pada para kader dan sebagai imortalitas nilai-nilai positif yang telah ditanamkan. Analogi lambung yang sehat merupakan hal yang paling dibutuhkan untuk menjaga imun untuk kesehatan tubuh walaupun makanan dan minuman yang ia konsumsi kurang sehat. Namun sebaliknya, anggur atau bahkan makanan-makanan bergizi lainnya tak akan memiliki efek yang baik tatkala masuk pada lambung yang tidak sehat. Artinya begitu vital dan berpengaruhnya lingkungan akan jiwa jiwa para kader. Menciptakan lingkungan yang mendukung bagi para kaderisasi adalah kunci untuk memastikan pengembangan kader yang sukses. Terdapat beberapa faktor penting yang harus diperhatikan dalam membangun lingkungan tersebut, yaitu komitmen dan dukungan dari pimpinan organisasi, kebijakan yang jelas terkait kaderisasi, upaya untuk menciptakan budaya organisasi yang berfokus pada pengembangan kader, serta pengakuan dan penghargaan terhadap prestasi dan kontribusi kader. Dengan adanya lingkungan yang mendukung, para kader diharapkan akan lebih termotivasi dan memiliki kemudahan dalam mengembangkan kemampuan dan potensi mereka.
Faktor lain yang perlu dimiliki oleh seorang kader adalah rasa cinta. Cinta merupakan pijakan dasar dalam kaderisasi, kasih sayang adalah fondasi yang membangun dan membentuk para kader atau pemimpin. Pemahaman yang mendalam tentang cinta dan kasih sayang bisa menjadi pijakan yang kuat untuk memotivasi dan membimbing para kader. Ketika seseorang memiliki cinta terhadap apa yang mereka lakukan dan orang-orang yang mereka pimpin, mereka akan cenderung lebih berkomitmen, gigih, dan peduli terhadap tujuan organisasi mereka. Cinta mencakup empati, keadilan, dan perhatian terhadap kesejahteraan terhadap organisasi atau pun instansi yang ia geluti. Seorang kader yang memahami dan menerapkan nilai-nilai cinta akan lebih mampu membangun hubungan yang kuat, menyelesaikan konflik dengan bijaksana, serta mendorong pertumbuhan secara individu dan kelompok. Cinta tidak hanya tentang perasaan romantis, tetapi lebih merupakan sikap dan tindakan yang didasarkan pada rasa peduli, tanggung jawab, dan komitmen yang mendalam terhadap kebaikan bersama.
Melalui daya dan upaya-upaya yang dilakukan pribahasa “tak kenal maka tak sayang” akan terbantahkan dengan sendirinya dan cinta yang diungkapkan oleh imam Al – Ghazali diharapkan muncul beriringan pengetahuan kader akan organisasi serta nilai-nilai yang telah ditanamkan. Keterbukaan para pelaku dalam organisasi akan memunculkan jiwa juang yang nyata, karena pada dasarnya kita memerlukan musuh bersama dalam artian adanya kecatatan atau kurang optimalnya pergerakan yang ada, sehingga kesadaran akan hal yang tidak baik- baik saja akan menjadi daya dobrak yang kuat untuk kelanjutan organisasi maupun instansi mendatang. Membangun kecintaan dan daya juang pada para kader merupakan langkah penting untuk tercapainya pengkaderan yang efektif. Pemahaman akan jiwa juang, nilai – nilai dan lingkungan yang dibungkuskan dengan cinta merupakan solusi untuk mengatasi problem- problem yang ada. Sehingga hasil yang dicapai akan menciptakan jiwa-jiwa militan, kompetensi, semangat serta dedikasi yang tinggi. Dalam kaderisasi, pengembangan potensi dan kompetensi kader sangatlah diperlukan. Untuk mencapai tujuan yang inginkan, sangat penting bagi kader untuk diberikan peluang dan sumber daya yang luas untuk pengembangan diri. Sarana untuk mencapai tujuan mencakup pelatihan dan pendidikan formal dan non-formal, yang bertujuan untuk mengembangkan keterampilan teknis dan kepemimpinan. Selain itu, organisasi ataupun instansi harus memberikan pengawasan dan bimbingan yang terpuji kepada kadernya, sehingga memungkinkan mereka untuk berkembang dan meningkatkan kompetensi mereka. Dengan memulai perjalanan membina potensi dan kompetensi, kader dapat dengan
percaya diri menghadapi tantangan dan tanggung jawab yang diberikan kepada mereka dalam organisasi maupun instansi manapun. Kaderisasi bukanlah sekedar untuk melanjutkan estafet kepemimpinan, akan tetapi ia merupakan sebuah proses berkembang dan matinya suatu organisasi, kaderisasi merupakan kunci yang harus selalu dijaga dan diupayakan integritas, tanggung jawab serta jiwa kepemimpinan yang terus bergerak, berkomitmen dan menumbuhkan kader – kader militan di sekarang maupun mendatang. Ketika proses pengkaderan tidak ada, maka tunggulah orang – orang yang merusak organisasi atau instansi dari dalam akan bermunculan bahkan menghabisi dengan sendirinya, adanya kepemimpinan tidak hanya untuk para petinggi, melaikan kepemimpinan merupakan hak dan harus dipelajari oleh semua kader.
Kontributor : Ahmad Rubayu (Anggota PMII Rayon Nusantara)
Artikel Terkait
Memaksimalkan Kaderisasi PMII
Selenggarakan Kaderisasi Tingkat Kedua Pengurus Komisariat Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia UNUSIA
Mengusung Tema Kaderisasi PC PMII Kab Bogor Komitmen Untuk Memperkokoh Kaderisasi.