Bogor Times- Kata sahabat memang mudah diucapkan namun sulit ditemukan. Sekilas kita bisa bertemu dengan orang baik yag kita kira sahabat sejati. Namun dibelakang hari justru orang itu berhianat.
Cari sahabat sejati memang tak mudah. Namun kita bisa mendapatkannya dengan mengetahui ciri-cirinya.
Sebelum penulia memaparkan ciri-ciri sahabat sejati. Lebih dulu harus kita ketahui bahwa kedudukan sahabat mendapat perhatian oleh agama.
Baca Juga: Cristian Ronaldo Cetak dua Gol di Pertandingan Perdana Bersama MU.
Baca Juga: Dilarang Lakukan Ini Jika Kencan Pertama
Baca Juga: Tiga Pabrik Tembakau Sontetis Penghasil Uang Ratusan Juta Per Hari Terjaring Sat Narkoba
Hal ini menunjukkan bahwa sahabat memiliki kedudukan penting bagi perkembangan, pertumbuhan, dan pengambilan sikap pribadi kita. Oleh karena itu, Rasulullah SAW mengingatkan kita agar hati-hati dalam mencari sahabat sejati.
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: المرء على دين خليله فلينظر أحدكم من يخالل
Artinya, “Rasulullah SAW bersabda, ‘Seseorang bisa dilihat dari keberagamaan sahabatnya. Hendaklah setiap kamu memerhatikan bagaimana sahabatmu beragama.’” Imam Al-Ghazali dalam Kitab Bidayatul Hidayah menyebutkan sedikitnya lima hal yang perlu diperhatikan dalam mencari sahabat. Pertama, akal.
Baca Juga: Diduga Mikirkan Rakyat Jakarta, Gubernur Anies Baswedan Kecebur Got
Baca Juga: Karang Taruna Desa Cogreg Gelar Turnamen Badminton Tingkat Desa
Baca Juga: PAC IPNU-IPPNU Kecamatan Cibinong Gelar MAKESTA Angakatan Ke-III
فإذا طلبت رفيقا ليكون شريكك في التعلم، وصاحبك في أمر دينك ودنيا فراع فيه خمس خصال: الأولى: العقل: فلا خير في صحبة الأحمق، فإلى الوحشة والقطيعة يرجع آخرها، وأحسن أحواله أن يضرك وهو يريد أن ينفعك، والعدو العاقل خير من الصديق الأحمق
Artinya, “Bila kau ingin mencari sahabat yang menemanimu dalam belajar, atau mencari sahabat dalam urusan agama dan dunia, maka perhatikanlah lima hal ini. Pertama, akalnya. Tiada mengandung kebaikan persahabatan dengan orang dungu. Biasanya berakhir dengan keengganan dan perpisahan. Perilaku terbaiknya menyebabkan kemudaratan untukmu, padahal dengan perilakunya dia bermaksud agar dirinya berarti untukmu. Peribahasa mengatakan, ‘Musuh yang cerdik lebih baik daripada sahabat yang dungu,’” (Lihat Imam Al-Ghazali, Bidayatul Hidayah, [Indonesia: Daru Ihyail Kutubil Arabiyyah, tanpa catatan tahun], halaman 90).
Imam Al-Ghazali menempat akal pada urutan pertama. Pasalnya, sahabat yang bodoh atau dungu lebih banyak mencelakai kita karena kebodohanya meskipun ia bermaksud baik. Kedua, akhlak terpuji.